No ratings.
The adventure of Mystery Club Hans Lucas, Tania, Amy,Tammy |
Five Pagi hari berikutnya. Kekesalan Tania pada Alex sudah hilang dalam semalam. Karena ia sudah memasak sarapan pagi untuk kakaknya itu. Saat sedang sarapan, bel rumah berbunyi. Alex yang membukakan pintu mendapati Hans berdiri di depan pintunya “Eh Hans, Pagi. Mau jemput Tania ya?” “Iya. Dia belum berangkat kan?” Tanya Hans “Belum kok. Kita lagi sarapan. Ayo masuk, ikut sarapan aja sekalian” Alex mempersilakan Hans masuk. “Makasih deh kak, aku sudah sarapan tadi” Hans menolak dengan sopan. Di meja makan Tania sedang membereskan piringnya. Ia tampaknya sudah selesai makan. “Eh Hans. Pagi. Ada apa pagi-pagi gini? Mau ngajak barengan ke sekolah?” Tanya Tania “Ya iyalah. Ngapain emangnya aku pagi-pagi ke sini?” “Hehehe… maaf. Kirain mau sekalian sarapan” kata Tania tertawa. “Tunggu bentar ya. Aku beresin ini dulu” Tania pun memberesi meja makan dengan cepat. Tak beberapa lama kemudian ia mengambil tas, pamitan dengan Alex lalu berangkat dengan Hans. Dalam perjalanan ke sekolah Tania bercerita tentang ide nya untuk kasus ini. “Hans denger deh. Aku udah dapet cara untuk menjebak Bu Callahan dan Pak Wormwood. Kita buat mereka mengakui sendiri kejahatan mereka lalu kita rekam. Nah bukti itu nanti yang akan kita berikan pada polisi.. gimana Hans? Hey.. Hans?” Tania berhenti bicara dan menatap Hans yang tampaknya tidak berminat. “Kamu knapa Hans? Sakit? Kok diem aja?” Tanya Tania beruntun “Gak kok” Hans menjawab pendek. “Lalu? Ada apa kok diam saja?” Kali ini Hans hanya menggeleng pelan. Tania menjadi bingung. “Kamu knapa Hans? Kamu marah ya sama aku?” “Aku gak marah sama kamu kok” “Lalu?” Hans menghelas nafas sejenak baru bicara “Aku minta kamu menjauhi Sho. Jangan dekati dia” “Kenapa kamu bicara gitu? Emang kenapa aku harus menjauhinya?” “Aku hanya khawatir. Ia tampak mencurigakan” “Ah Hans... gapapa kok. Aku juga blum menjawab— eh— ups... duh keceplosan lagi!” Tania berseru kesal pada dirinya sendiri “Belum menjawab pernyataan cinta darinya ya” sindir Hans “eh.. itu..” Tania tergagap dan mukanya memerah “Tebakanku betul ya. Kamu juga suka padanya kan” kata Hans dengan sinis “Hans…..” Tania berseru tertahan. Hans diam saja, begitu pula dengan Tania. Mereka hampir tiba di gerbang sekolah ketika tiba-tiba Sho datang di belakang mereka. “Selamat pagi Tania” kata Sho tersenyum. “Eh ada Hans juga rupanya. Pagi Hans” sapa Sho ramah “Pagi juga Sho” Tania tersenyum dengan pipi memerah. “Kamu sudah memikirkan jawabanmu?” Tanya Sho setengah berbisik “Oh.. maaf. Aku belum bisa menjawab sekarang. Aku—” Tania menghentikan cakapnya, dan ia melirik Hans yang tampak cuek namun juga kesal, kemudian kembali menatap Sho yang di depannya. “Gak papa. Aku akan menunggu sampai kamu siap” Sho tersenyum dan menepuk bahu Tania pelan. “Pembohong!!” seru Hans tiba-tiba Tania dan Sho kaget dan serentak menatap Hans dengan heran “Kau pasti mengincar sesuatu dari Tania!” seru Hans dengan emosi. Ia menatap Sho dengan mata berkilat marah. “Apa maksudmu Hans?” Sho bertanya kaget “Hans…. Kamu ngomong apa sih??” Tanya Tania kebingungan “Dia adalah serigala berbulu domba. Kau mungkin bisa menipu orang lain. Tapi bukan aku!” Hans masih bicara dengan berang. “Kau sebaiknya jangan dekati Tania lagi sebelum kau membuatnya terluka!” “Hey. Kau jangan sembarangan bicara ya. Apa maksudmu memfitnahku seperti itu?!” Sho pun ikut menjadi emosi. “Kau bilang sembarangan?! Liat saja nanti siapa yang sembarangan bicara! Dan jangan sampai kau mempermainkan Tania. Atau kau akan MENYESAL nantinya” Hans menekankan kata menyesal sedemikian rupa. Kemudian ia melangkah pergi menjauhi Sho dan Tania. Setelah Hans pergi, Tania pun meminta maaf kepada Sho, ia merasa sangat tidak enak dengan kejadian barusan. “Maaf ya Sho. Hans tidak bermaksud begitu. Mungkin dia sedang kesal saja” “Tak apa. Aku mengerti kok” kata Sho dengan senyum lagi. Insiden pagi itu memicu kerenggangan hubungan Hans dengan Tania. Hans tampaknya menghindari untuk bertemu dengan Tania di setiap kesempatan. Sudah beberapa hari Tania tidak bertemu dengan Hans sejak insiden pagi itu. Setiap ada pertemuan club, hanya Hans yang tidak ada. Selalu ada alasan yang membuatnya tidak datang. Ada latihan tambahan lah, janjian dengan teman lah, ada keperluan mendadak dan sebagainya. Tania menjadi bingung dengan sikap Hans yang aneh ini. Namun ia tetap tidak mengikuti kata-kata Hans untuk menjauhi Sho. Karena yang terjadi adalah mereka berdua semakin dekat. Tania nampaknya sudah menerima Sho menjadi pacarnya. Kemana-mana mereka selalu terlihat berdua. Six Siang itu, Hans dan Lucas sedang berada di klub basket untuk latihan. Di sela-sela latihan shooting, Lucas membahas masalah Tania dengan Hans. “Hans, kamu jangan keterlaluan gini dong. Mau sampai kapan kamu menghindarinya terus? Kasihan Tania. Dia gak ngerti knapa kamu memusuhinya seperti ini. Jika kamu cemburu dengan Sho kamu katakan saja. Jangan seperti ini” kata Lucas “Cas, kau sudah berkali-kali bilang begitu padaku. Dan untuk kesekian kalinya kukatakan, aku tidak cemburu dengan Sho. Dan aku tidak memusuhi Tania. Aku cuma malas kalau harus ktemu dengan si brengsek itu” Hans melangkah ke tepi lapangan, duduk di kursi sambil melap keringatnya. “Bayangkan saja.. sekarang ini Sho selalu nempel padanya. Kmanapun aku melihatnya mereka selalu berdua. Kau tau kan betapa bencinya aku padanya. Rasanya aku ingin memukulnya!” Hans menggebrak kursi yang didudukinya hingga bergetar. Tampak raut wajahnya yang emosi. “Tenang Hans. Nanti kursi ini patah loh. Ingat.. ini properti sekolah” ujar Lucas “Ah.. sialan!” Hans mengumpat kesal. Ia berdiri dari kursi, menyambar bola kemudian berteriak pada teman-teman seklubnya untuk latihan tanding. Dan ia melampiaskan emosinya pada pertandingan itu. Alhasil teman-teman seklubnya kepayahan mengikutinya. Lucas cuman bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya yang merepotkan kalau sedang kesal. Sementara itu di kelas, Tania, sedang mengajak diskusi Amy dan Tammy tentang rencananya menjebak Bu Callahan dan Pak Wormwood. “Gimana? Kalian setuju kan kalau mereka kita jebak dengan cara ini? Tanya Tania “Aku sih setuju aja. Bisa dipakai rencana ini” kata Tammy “Kalau gitu, nanti kita ke rumah Lucas untuk mematangkan rencana ini” ujar Amy mengusulkan. “Boleh saja sih. Tapi knapa mesti di tempat dia? Kamu jangan-jangan sudah ada janji denganya duluan ya” Tammy bertanya penuh selidik “hehehe,.. iya. Aku sudah janjian dengannya untuk pergi sore nanti. Tapi bisa nanti habis pertemuan ini” kata Amy. “Baguslah. Kalau begitu nanti aku ajak Sho sekalian. Dia belum mendengar ide ku ini. Jadi biar sekalian aja dia tau” Tania berkata gembira. Amy dan Tammy berpandangan. Mereka sebenarnya tidak setuju kalau Sho ikut. Tapi mereka tidak bisa melarang Tania mengajaknya. Nanti pasti disangka yang bukan-bukan. Jadi mereka Cuma bisa diam saja. Setelah sekolah usai mereka beramai-ramai menuju ke rumah Lucas. Dan lagi-lagi Hans tidak ikut. Lucas mengatakan pada smuanya kalau tadi pelatih memanggil Hans ke ruangannya. Jadi mungkin setelah bertemu dengan pelatih dia akan datang. “Dia bilang sih bakalan nyusul. Tapi entahlah” kata Lucas. Tania dan Sho berjalan di belakang. Lucas, Amy dan Tammy di depan. Amy berkata pada 2 temannya itu tentang sikap Tania yang berubah “Kalian tau, Tania sepertinya benar-benar terhipnotis oleh pesonanya Sho” “Iya. Kau mungkin benar. Dia bisa berubah seperti itu. Padahal Tania kan tidak seperti itu sebelum kenal dengan Sho” kata Tammy “Aku sebenarnya berpikir kalau kecurigaan Hans itu mungkin ada benarnya. Kalian tau kan gimana Sho sang Ketua OSIS yang dulu. Dia orang yang super ramah pada siapa saja. Lagipula dia sepertinya tidak tertarik menjalin hubungan dekat dengan cewek. Tapi knapa sekarang malah jadian sama Tania? Dia juga tak seramah dulu lagi” Lucas berkomentar. “Maksudmu dia benar-benar bukan Sho yang biasa? Dia palsu gitu?” Tanya Tammy “Bukan palsu dalam arti harfiah gitu. Tapi dia berubah kepribadian. Aneh saja” kata Lucas lagi. “Hmmm… harusnya aku mencari informasi tentang dia lebih lanjut” guman Tammy. Dua orang temannya mengangguk kan kepala tanda setuju. Mereka pun akhirnya sampai di rumah Lucas. Setelah mempersilakan masuk dan menyiapkan jamuan seadanya. Ia mulai mengajak mereka membahas kasus itu. Tak beberapa kemudian, saat mereka sedang membahasnya tiba-tiba Hans datang. Ia langsung duduk di sofa sudut. Ia tak menoleh sedikit pun pada Tania ataupun Sho yang ia lewati. “Ok. Kita ulangi pembicaraan kita” kata Lucas “Jadi, kita akan menyiapkan perekam lalu memancing mereka dengan pertanyaan yang tanpa mereka duga akan membuat mereka mengakui perbuatan mereka” kata Tammy. “Bagaimana kalau kita bersandiwara untuk mengungkap sgala tindakan mereka” usul Sho “Mereka tidak bodoh. Kita harus hati-hati. Salah-salah kita akan berakhir seperti pak kepala sekolah. Beliau pasti mengetahui sesuatu, maka dari itu dia—” Amy tidak melanjutkan kata-katanya. “Bukan begitu…” Hans tiba-tiba angkat bicara. “Berdasarkan penyelidikan ku baru-baru ini. Mereka telah diam-diam menggunakan sekolah sebagai tempat perdagangan narkoba” “Apa?! Narkoba? Kau bercanda Hans?” Tanya Tania terkejut “Ini buktinya. Lihat saja sendiri” Hans melemparkan beberapa lembar foto ke atas meja. Dalam foto-foto tersebut tampak Bu Callahan, Pak Wormwood dan beberapa orang lainnya. Ada juga foto plastik-plastik berisi bubuk putih dan pil-pil yang beraneka warna. Tania melihat-lihat semuanya dengan rasa tak percaya “Kapan kamu ngambil foto-foto ini?” Tanya Tania lagi “Dua hari yang lalu” jawab Hans pendek “Wah.. tampaknya lawan kita gerombolan pengedar narkoba. Great!” kata Tammy. “Kita sudah gak bisa sembarangan bertindak lagi” “Kalau melihat seperti ini. Sepertinya pak kepsek menentang hal ini. Lalu ketika ia tau terlalu banyak. Lalu mereka harus membungkam mulutnya” kata Amy menganalisa. “Kasihan ayahku….Dia menjadi korban mereka…” Ujar Sho sedih. Kepalanya ditumpukan pada kedua telapak tangannya. “Sudahlah Sho. Kita pasti akan membekuk mereka. Jangan khawatir” Tania mencoba menghibur Sho. Hans yang mau tak mau jadi melihat tingkah laku Tania dan Sho yang membuatnya panas hati. Tapi dia berusaha untuk menahan sekuatnya. Ia pun memalingkan mukanya. “Hans, jangan pedulikan deh. Daripada kamu ntar darah tinggi” Kata Tammy “Lihat saja nanti. Kau akan kujatuhkan. akan kubuka kedok busukmu!” guman Hans dengan geram. “Kau bicara apa Hans?” Tanya Tammy “Ah.. nggak kok. Gak papa” Mereka masih berdiskusi namun tampaknya tetapi tidak menampakkan hasil. Jadi mereka akan melanjutkannya besok. Hari sudah sore dan sepertinya masing-masing punnya acara masing-masing. Kemudian Sho dan Tania yang pulang duluan. Hans menyuruh yang lainnya untuk tetap tinggal, karena ia ingin membicarakan sesuatu dengan mereka. “Ada apa sih Hans?” tanya Tammy setelah Tania dan Sho pulang “Apa yang akan kukatakan pada kalian ini sebaiknya jangan sampai orang lain tahu dulu” jawab Hans “Ok. Tapi apa yang mau kaukatakan pada kami? Tanya Lucas “Sebenarnya… aku curiga pada Sho. Entah apa kalian sadar atau tidak, tapi sepertinya ia telah berubah” “Apa maksutmu?” “Aku rasa ia terlibat dengan pembunuhan ayahnya itu” “Darimana kau mengambil kesimpulan itu? Kau tidak melibatkan perasaan pribadimu dalam hal ini bukan?” tanya Lucas, menatap Hans penuh selidik “Ya nggak lah! Lagipula apa maksudmu dengan itu?” Hans menatap Lucas balik dengan sewot “It’s nothing.. forget it. ..” Lucas mengalihkan pandangannya “Ok guys… kalo gitu, kita juga harus menyelidiki si Sho ini. Kita harus hati-hati saat merencanakan sesuatu juga. Kita belum bisa percaya padanya bukan?” kata Tammy “Itu benar… tapi bagaimana dengan Tania?” tanya Amy “Tania sekarang ini terlalu bersimpati kepada Sho. Aku rasa ia tidak akan percaya jika Sho terlibat dengan masalah ini” “Aku rasa…. Untuk saat ini, kita tidak bisa mengikutsertakan Tania. Lebih baik kita rahasiakan hal ini darinya sampai semuanya jelas” kata Hans Lucas, Amy dan Tammy tampaknya setuju saja dengan rencana Hans kali ini. Mereka tidak mengajukan keberatan sama sekali tentang hal ini. Seven Akhirnya selama dua-tiga hari ini mereka secara diam-diam melakukan penyelelidkan tentang Sho dan kaitannya dengan kasus mereka kali ini. Di saat yang bersamaan, Sho dan Tania tetap dekat seperti biasanya. Namun pada hari keempat, Tania melaporkan pada kawan-kawannya kalo negatif foto yang merupakan barang bukti mereka hilang, saat ia akan menyerahkannya pada Lucas untuk di cetak. Dan sekarang ia beserta Sho telah berada di ruang klub untuk mebahas persoalan ini. Hans, Lucas, Amy dan Tammy yang tampaknya sudah memperkirakan hal ini akan terjadi, berusaha tampak terkejut sekali. Namun sebenarnya mereka telah bersepakat untuk memulai sandiwara di depan Tania dan Sho. Hans memarahi Tania yang telah menghilangkan barang bukti penting itu. “Apa maksudmu hilang?! Foto itu kan barang bukti kita satu-satunya! Kenapa bisa sampai hilang begitu saja?!” “Maafkan aku…. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana foto itu bisa hilang. Saat aku mencarinya di dalam tas, foto itu sudah tidak ada” sesal Tania. “Kalau begini, kita tidak bisa menyeret mereka ke kantor polisi!” seru Tammy dengan kesal. “Kau ceroboh sekali sih!” “Hei.. kalian jangan terlalu menyudutkan Tania seperti itu! Bukti kan bisa dicari lagi” kata Sho membela Tania Tiba-tiba Hans mendekati Sho “Apa kau tidak kesal barang bukti yang akan menangkap pembunuh ayahmu hilang begitu saja? Padahal hanya tinggal sedikit lagi mereka akan tertangkap” “Siapa bilang aku tidak kesal? Tapi apa kau harus menimpakan kesalahan hanya pada Tania?” balas Sho “Lagipula, kalian pasti masih punya foto yang lain lagi kan? Untuk apa meributkan hal ini lagi” Terlihat seringai senang di wajah Hans “Untuk menjebakmu.. brengsek!!” Hans menarik kerah baju Sho dan mendorongnya ke dinding. “Hans?! Apa yang kau lakukan?!” jerit Tania. Ia berusaha menghampiri Sho, namun Lucas menahannya “Lucas???” Tania bertanya keheranan “Sho…. Kurasa sekarang kau sebaiknya mengaku saja” kata Lucas tiba-tiba “Kaulah dalang dari pembunuhan ayahmu” “Atau lebih tepatnya, ayah angkatmu” ujar Hans menambahkan. Ia melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Sho. “Apa maksud kalian ini? Aku tidak mengerti?” Sho merapikan kembali kemejanya yang kusut. Ia tetap tenang setelah mendapat tuduhan seperti itu dari Hans dan Lucas. “Lalu kenapa kau mengatakan bahwa masih ada foto lagi? Apa yang kau sudah tau bahwa memang ada foto yang belum kami perlihatkan padamu?” tanya Tammy Sho tidak menjawab pertanyaan Tammy itu. Ia tak bergeming dan berusaha tetap tenang. “Sebaiknya kau mengaku saja. Kami sudah mengetahui kebenarannya. Bukankah begitu Pak Wormwood?” kata Hans yang tak ingin membuang waktu lagi. Setelah Hans berkata seperti itu, dari pintu belakang tampak sosok Pak Wormwood melangkah masuk. Selain Tania yang terkejut dengan kejadian yang tiba-tiba ini, semua tampak tenang. Bahkan Sho tidak menunjukkan reaksi apapun. Pak Wormwood hanya bisa menunduk dengan rasa sesal dan ketakutan ketika Sho memandangnya tanpa ekspresi. “Pak Wormwood sudah menceritakan semuanya pada kami” kata Amy menjelaskan. “Kau membunuh ayahmu… oh maaf— ayah angkatmu, hanya untuk balas dendam dan untuk menutup mulutnya” Tammy pun angkat bicara Tania yang semakin bingung menoleh ke arah Sho “Ayah angkatmu? Jadi… pak kepala sekolah itu ayah angkatmu? Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?” Tania bertanya Sho tidak mengakatan apapun. Ia tetap berusaha terlihat tenang. Kemudian Lucas kali ini yang angkat bicara “Tidak mungkin ia mengatakannya padamu. Selama ini dia memainkan sandiwara yang hebat. Bahkan kepala sekolah pun tidak pernah curiga pada niat jahatnya ketika mengangkatnya menjadi anak” “A…aku tidak mengerti” kata Tania masih diliputi kebingungan. “Sejak awal, aku sudah curiga ketika ia meminta bantuan kita untuk mencari pembunuh ayahnya. Padahal ia tidak pernah terlihat akrab dengan ayahnya.” Kata Hans. “Selain itu, perubahan sikapnya dari ketua OSIS yang anti cewek menjadi dekat dengan cewek. Dan ternyata cewek itu kamu Tania” Hans menjelaskan. “Lalu apa hubungannya?” Hans menghampiri Tania dan menyerahkan selembar foto “Kau lihat foto ini? Ini sudah merupakan bukti lagi kalau ia memang benar-benar terlibat” Tampak pada foto itu, Sekumpulan orang dalam sebuah ruangan. Mereka berhadap-hadapan dengan meja sebagai pemisah. Di atas meja tersebut terdapa dua buah koper, yang satu tertutup, sedang yang satunya lagi berisi berplastik-plastik sesuatu seperti terigu atau bubuk putih. Bu Callahan dan Pak Wormwood tampak berada di sisi kiri meja. Dan mata Tania tertuju pada sosok pemuda yang berada di dekat pintu. Walaupun mengenakan topi, namun Tania tidak akan salah mengenalinya. Pemuda itu adalah Sho! “Tidak mungkin…..!” Tania terlihat terkejut sekali “Yah.. dia memang salah satu dari mereka. Ini foto yang tadi ia maksudkan saat ia mengatakan bahwa kita masih ada foto lain lagi” jelas Hans “Ia melakukan transaksi obat bius di sekolah. Foto ini sudah bisa menjadi bukti kuat. Dan akan menjadi lebih kuat lagi dengan adanya saksi yang akan membuktikan kata-kataku ini. Benarkan Bu Callahan?” Hans memanggil sang wakil kepala sekolah yang melangkah masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Amy. Wajahnya tampak sangat gusar. Pak Wormwood memandangnya dengan takut-takut “Bu—” Pak Wormwood baru akan membuka mulut, namun Bu Callahan mengisyaratkan untuk diam. “Nah Bu Callahan… anda akan menceritakan hal yang sebenarnya pada kami semua bukan?” tanya Hans Bu Callahan tampak semakin gusar. Ia mengalihkan pandangannya kepada Sho yang sejak tadi hanya diam saja. “Maaf…. Saya terpaksa—” Ujar Bu Callahan lemah. Dan ketika ia baru akan membuka mulutnya untuk menceritakan semuanya, Sho memotongnya. “SUDAH! Tidak perlu kau katakan!” hardik Sho Bu Callahan yang baru akan mulai bercerita itu menjadi diam. Ia pung mengalihkan pandangan dari Sho. Sementara itu Sho mendongakan kepalanya, ia menatap semua yang ada di ruangan ini satu persatu. Ia dapat melihat Tania yang tampak terpukul oleh kejadian ini, sementara Amy dan Tammy tampak berusaha menenangkannya. Pak Wormwood yang masih tetap menunduk dengan gemetaran, dan juga Bu Callahan yang tampak tidak nyaman berada satu ruangan penuh dengan orang-orang yang menghakiminya. Lucas yang tetap santai di salah satu sudut ruangan. Dan Hans yang masih menatapnya tajam. Sho pun tampaknya masih belum akan mengucapkan sesuatu. “Kenapa Sho? Kau takut Tania mendengar kebenaran dari seluruh kebohonganmu?” cibir Hans pada Sho. Tampaknya Hans cukup puas bisa menyudutkan Sho seperti itu. Sho menarik nafas dengan berat “Oke..oke… untuk kali ini aku mengaku apa yang kaukatakan benar adanya. Namun apa yang kurasakan pada Tania tidak usah dicampur adukkan dengan masalah ini” “Apa kau pikir Tania akan mempercayaimu setelah mengetahui apa yang telah kau lakukan?” kata Tammy sinis. “Aku tidak berharap apa-apa kok. Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Aku tidak menyesali apa yang telah kulakukan” ujar Sho tenang. Ia pun tersenyum seperti tidak merasa bersalah sedikitpun. Semuanya pun terdiam. Sampai akhirnya terdengar suara sirine polisi yang mendekat. “Polisi sudah datang Hans….” Ujar Lucas Hans hanya mengangguk dan melangkah ke arah pintu, untuk menyambut kedatangan pihak yang berwajib itu. Ruangan klub itu pun akhirnya bertambah penuh dengan kehadiran Detektif Duncan dengan anak buahnya. Mereka akhirnya membawa Pak Wormwood dan Bu Callahan dengan mobil polisi, mereka menahannya dengan tuduhan pembunuhan dan kepemilikan obat bius. Sementara itu, Ibu Sho yang baru saja datang setelah mendapat telepon dari Detektif Duncan, langsung menghampiri Sho dan memeluknya sambil menangis. “Sho… ibu baru saja mengetahuinya. Ibu tidak menyangka mereka tega melakukan hal itu. Padahal mereka itu sahabat ayahmu” isak Ibu Sho. “Sudahlah bu, ini semua salahku. Seharusnya dulu ibu tidak menikah dengan dia” ujar Sho dingin. “Sho….” Ibunya pun semakin terisak “Maafkan aku mebuat ibu sedih. Sebaiknya kita pergi dari sini saja” Sho membimbing ibunya pergi. Mereka berdua naik ke mobil polisi yang kemudian membawa mereka pergi. Detektif Duncan menghampiri Hans dan menyalaminya “Terima kasih Hans. Kau berhasil lagi kali ini. Sampai ketemu lusa ya. Jangan sampai tidak datang di pesta promosiku” kata Detektif Duncan dengan ceria. “Kalian juga datang ya!” serunya pada Lucas, Amy, Tania dan Tammy. “Iya..iya.. We’ll be there Captain” goda Tammy sambil menghormat. Detektif Duncan hanya tertawa-tawa kemudian melesat pergi bersama VW hijaunya nya. Hans menghampiri Tania yang berada di dekat pintu klub. Ia sejak tadi tidak berkata apa-apa dan hanya melemparkan pandangan kosong ke segala arah. “Ta.. maaf ya. Aku merahasiakan rencana ini darimu. Soalnya, aku tau kamu pasti tidak akan mempercayaiku jika aku mengatakannya sejak awal” Tania mengangguk lemah dan berusaha tersenyum “Tidak apa-apa Hans… Aku yang harusnya minta maaf. Aku yang bodoh sudah melibatkan perasaan pribadi dalam kasus” “Ta….aku—” Hans berusaha memikirkan kata-kata yang tepat, namun Tania keburu memotongya. “Ah… sudah jam segini. Aku sudah harus pulang. Sampai besok ya teman-teman!” Tania menyambar tasnya dan terburu-buru berlari keluar ruangan dan pulang. “Tania! Tunggu!!!” Hans berseru memanggil Tania. Ia tadinya hendak mengejarnya, namun ia hanya bisa berhenti di depan pintu ruang klub dan memandang sosok Tania yang berlari menjauh. Eight Keesokan harinya. Sho berada di sekolah untuk yang terakhir kalinya. Ia meminta izin untuk pergi ke sekolah pada pihak kepolisian. Ia sedang mengurus kepindahannya di ruang guru ketika Tania juga tanpa sengaja sedang berada di ruang guru untuk menyerahkan buku piket. Sho kemudian mengajak Tania ke taman belakang sekolah untuk bicara. “Jadi… kamu sudah mengakui perbuatanmu pada polisi dan juga ibumu?” tanya Tania “Ya. Ibuku menangis lagi ketika mendengar hal itu. Susah sekali menenangkannya” Sho tersenyum. Ia melangkah mendekati pohon Cemara dan membelakangi Tania. Dari taman belakang sekolah, pemandangan halaman tengah sekolah terlihat sangat jelas. Tampak beberapa murid sedang bersantai atau berolahraga. Angin bertiup dengan lembut. “Kenapa kamu melakukan semua ini Sho? Bukankah kamu bisa mendapatkan semua yang kau inginkan? Apalagi yang kaucari?” tanya Tania “Kau tidak tau soal itu. Aku belum mendapatkan semua yang kuinginkan. Yah.. setidaknya sampai sekarang ini” “Lalu.. kamu akan kemana?” “Maksudmu setelah mendekam beberapa tahun di dalam penjara? Hm… kurasa aku akan menemani ibuku. Yang pasti tidak disini” jawab Sho “Sudah cukup muak aku dengan sekolah ini, kota ini—” “Jadi.. selama ini. Semua hanya permainanmu saja? Sandiwara?” “Jika kau menyebutnya begitu” “Lalu kenapa saat pemakaman ayahmu kau menangis?” “Oh.. itu hanya sandiwara saja. Agar mereka benar-benar menganggap aku sedih atas kematian ayahku. Agar mereka bersimpati padaku. Bukankah semua orang percaya? Alibi yang bagus bukan?” “Tampaknya.. aku pun benar-benar dibodohi olehmu” Sho berbalik, ia menatap Tania dengan tajam namun juga penuh kelembutan. “Apa yang pernah kukatakan padamu sama sekali bukan sandiwara Ta. Itu perasaanku yang sebenarnya” Tania hanya bisa menatap Sho dengan bimbang. Apa ia dapat mempercayai apa yang Sho katakan saat ini? Ataukah ini hanya sandiwaranya yang lain. Tampaknya Sho menyadari kebimbangan Tania. Ia pun menegakkan tubuhnya dan bersiap untuk melangkah pergi. “Yah.. begitulah. Aku harus pergi sekarang” “Sho….aku—” Tania berusaha mengucapkan sesuatu namun tenggorokannya tercekat. Matanya mulai berkaca-kaca. Tania dapat melihat Sho tersenyum saat ia melangkah mendekat. “Sayonara…” Sho berbisik di telinga Tania saat ia melewatinya. Dan ia pun melangkah menuju gedung sekolah meninggalkan Tania yang berdiri mematung. Butiran air mata bergulir di pipinya. Ia tidak berbalik dan tidak berusaha menghapus airmata yang sudah meleleh itu. Sho berpapasan dengan Hans saat memasuki gedung sekolah. Ia pun berhenti sejenak. Hans menatapnya geram. “Kau telah membuatnya sedih, brengsek!” seru Hans “Bukankah kamu yang seharusnya bisa membuatnya ceria kembali?” ujar Sho tersenyum. “Jaga dia dengan baik. Don’t let a real diamond slip thru your fingers….” Sho menepuk bahu Hans dan melangkah pergi. “Sho…?” Hans berbalik dan menatap kepergian Sho Saat itu juga Hans dapat merasakan perasaan Sho yang sesungguhnya pada Tania. Ia memandang punggung Sho yang tampak kesepian semakin menjauh dari pandangannya. Hans kemudian menghampiri Tania yang sekarang duduk bersandar pada pohon Cemara di taman belakang. Dari situ ia dapat melihat Sho yang sedang berpamitan dengan teman-temannya. Ia dapat melihat Sho yang tersenyum saat teman-teman yang lain menangis haru. Beberapa diantara mereka bahkan mengajak berfoto bersama. Hans juga melihat hal itu, namun ia tidak mengatakan apapun. Ia menghampiri Tania dan ikut duduk di sebelahnya. “Tania…” panggil Hans pelan “Apa aku ini bodoh Hans?” tanya Tania tiba-tiba “Hah?” Hans mengerutkan alisnya dan terbengong “Apa aku bodoh, jika aku benar-benar menyukai orang itu?” Hans hanya bisa tersenyum dan menjawab pertanyaan Tania itu “Sama sekali tidak… tentu tidak” “Aku bisa ngerti sikapmu kemarin itu. Kau sudah tau dia yang mengatur semuanya kan Hans? Kau tau tapi tidak mau mengatakannya langsung padaku…” kata Tania sendu “Sorry Ta… tapi itu semua demi kebaikanmu sendiri. Dia mendekatimu karena kamu mendengar pembicaraan Bu Callahan dengan Pak Wormwood di sekolah saat itu. Dengan begitu, ia bisa mengetahui apa saja yang kau tau dan juga perkembangan apa yang sudah kita lakukan untuk mengungkap kasus itu” “Jadi tentang foto itu pun… kau sudah tau itu akan dicuri?” “Ya.. foto itu hanya jebakan. Kami berhasil membuat Pak Wormwood mengaku hanya dengan memperlihatkan foto itu. Sedangkan Bu Callahan terpaksa mengaku karena ia tidak ingin foto selingkuhnya dengan Pak Wormwood diketahui oleh suaminya” Hans menjelaskan “Haha.. bodohnya aku! Tampaknya aku benar-benar dikelabui oleh Sho, sampai-sampai tidak menyadari fakta-fakta itu. Padahal sahabatku sendiri sudah memperingatkan… aku— aku benar-benar bodoh!” Tania tertawa kecut dan air matanya pun bergulir semakin deras. “Dasar bodoh! Kamu kan gak salah. Jangan nangis dong. Kemana Tania yang ceria yang aku kenal?” kata Hans berusaha menghibur. “Maafkan aku Hans… tapi biarkan aku seperti ini. Hari ini saja. Aku akan segera pulih kembali…” Tania terisak. Hans akhirnya merengkuh Tania dalam pelukannya. Membiarkan Tania mengeluarkan emosinya dan merelakan air mata Tania membasahi kemejanya. “Menangislah sepuasmu. Lalu cepatlah kembali ceria seperti biasanya…” Hans pun berhenti sejenak. Ia pun melanjutkan kata-katanya setelah menarik nafas panjang “Ta… Sho benar-benar menyukaimu. Aku rasa dia tidak berbohong mengenai hal itu…” Hans mengucapkannya dengan setengah hati, karena sesungguhnya ia tidak ingin Tania mengetahui fakta itu. Namun ia merasa punya kewajiban moral untuk menyampaikan hal itu pada Tania. Tania tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menangis dan menangis dalam pelukan Hans. Ia pikir hal itu sudah tidak penting lagi. Tania hanya bisa bersyukur memiliki sahabat yang selalu ada di sisinya saat dibutuhkan. Sahabat yang tidak dapat digantikan dengan apapun juga. Sementara Hans pun hanya bisa membelai kepala Tania dengan lembut dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya bisa berharap Tania dapat kembali ceria secepatnya. Epilog Lusanya, mereka berlima telah berada di rumah Detektif Duncan yang mengadakan pesta syukuran atas promosinya menjadi Kepala Satuan Penyelidikan di kepolisian. ‘Kapten’ Duncan terlihat sangat senang atas promosi ini. Kelima orang anggota Klub Misteri pun ikut bergembira. Mereka bersenang-senang dan seolah melupakan semua masalah. Namun tiba-tiba suara musik berhenti. Semuanya menengok ke arah tape, dan Lucas yang berdiri di sebelahnya kemudian angkat bicara “Kalian tidak lupa kan kalau minggu depan kita sudah ujian?” katanya “Huuuuuu….!!!!!” Semuanya serentak mengomel kesal “Kamu ini merusak suasana pesta! Itu kita pikirkan nanti saja. Sekarang itu saatnya… Parteeyyy!!!” Tammy menekan kembali tombol play, musik pun kembali terdengar dan mereka mulai menikmati suasana pesta itu. Begitulah klub misteri mengakhiri kasusnya kali ini. Pesta meriah di rumah Kapten Duncan membuat mereka lupa segalanya. Bahkan soal ujian mereka. Entah bagaimana nasib ujian mereka nanti…. Kapten Duncan tidak memberi mereka kasus apapun sampai tahun depan. Ketika mereka sudah menginjak bangku SMU. Dan sampai saat itu tiba… Caiyooo….!!! |