\"Writing.Com
*Magnify*
SPONSORED LINKS
Printed from https://writing.com/main/view_item/item_id/2232611-Kenalan-yuk
Item Icon
\"Reading Printer Friendly Page Tell A Friend
No ratings.
Rated: E · Short Story · Drama · #2232611
Tulisan ini berisi cerita singkat tentang seorang Indiis Nabila.
Hallo,

Kenalin, nama gue Indiis Nabila Humaira. Setiap orang kayaknya punya panggilan yang beda buat gue. Ada yang manggil Indiis, Nabila, Humaira, Biya, Kubil dan lainnya. Gapapa, senyamannya mereka manggil gue apa.
Sebenarnya, gue sudah punya beberapa tulisan dilaman wordpress. Tapi, kayaknya pindah nulis ke blogger seru, ya. Sebelumnya sudah punya blogger juga, tapi gak pernah kesentuh sama sekali. Baru hari ini memutuskan untuk pindah haluan kesini. Do'ain supaya konsisten menulis, ya.

Gue anak ke delapan dari sembilan bersaudara. Kaget atau biasa aja bacanya? Hampir setiap orang yang dengar bahwa gue adalah anak ke delapan, pasti kaget. Rata-rata merespon dengan "Hah? Serius?" atau "Demi apa?"

Gue punya tiga kakak perempuan, Mba Nung, Kaka Ranti dan Mba Dinda. Empat abang yang jagoan, Bang Sopa, Bang Ojan, Bang Patun, Mas Barok dan satu adik laki-laki yang sekarang sudah tidak kecil lagi, Dimas. Padahal, dulu dia lucu banget. Sampai setiap malam pasti ada orang yang datang ke rumah cuma buat foto bareng sama adik gue. Bayangin deh, selucu apa Dimas sampai orang-orang rela datang ke rumah.

Gue dibesarkan dari keluarga yang hebat, sangat hebat. Bapak meninggal pada tahun 2008 saat gue kelas 5 SD karena serangan jantung, tapi punya riwayat gagal ginjal juga. Sudah sampai tahap cuci darah seminggu tiga kali. Sejak gue kelas 3 SD emang bapak sudah sering bolak-balik ke rumah sakit. Bahkan sampai masuk ruang ICU. Saat itu gue shock banget ngelihat bapak gak sadar dan ngeluarin busa dari mulutnya. Nangis gak berhenti-henti. Gak siap untuk ditinggal bapak pergi. Tapi, Alhamdulillah, mukjizat Allah datang ke bapak. Bapak bisa sadar setelah masuk ruang ICU selama 3 hari dan diperbolehkan pulang setelah kurang lebih seminggu. Setelah itu, gak pernah lagi masuk rumah sakit.

Sampai pada akhirnya, 15 April 2008.
Hari terburuk dalam hidup gue, dunia terasa runtuh. Badan seperti nggak ada tulangnya. Cuma bisa bengong dan mikir "Ini beneran? Bapak meninggal?"
Subuh pagi itu rumah terasa hening. Gue dibangunin nenek gue sambil ngomong gini.
"Do'ain bapak, ya"
"Emang bapak kemana?"
"Ke rumah sakit,"
Kurang lebih percakapannya begitu, sih. Terus gue mandi dan siap-siap ke sekolah. Kebetulan satu sekolah sama adik gue. Saat itu lagi pelajaran olahraga. Tiba-tiba ada tetangga gue datang ke sekolah dan izin ke wali kelas gue dan ngasih tau bahwa bapak meninggal.
Pas denger kabar buruk itu badan lemes, hati hancur, air mati ngalir gak bisa berhenti. Dimas cuma bisa diam dan bengong. Saat itu Dimas kelas 2 SD. Ya ampun, kebayang gak sih gimana pincangnya Dimas? Kelas 2 SD ditinggal sosok bapak. Ya mungkin ada yang dari balita sudah ditinggal orang tuanya atau bahkan sebelum lahir ke dunia sudah ditinggal bapaknya. Tapi, gue lihat Dimas saat itu seperti belum paham tentang kehilangan seorang bapak. Yang bikin gue sangat hancur adalah ketika sampai rumah banyak orang yang lagi masang tenda dan bendera kuning. Kayak masih mimpi.

Sampai rumah ketemu Bang Patun dan Bang Sopa langsung dipeluk kenceng banget. Diberi pengertian bahwa kalau bapak hidup kasihan karena harus menanggung rasa sakit yang luar biasa ketika jarum-jarum suntik masuk ke dalam tubuhnya. Jadi, harus diikhlaskan dengan cara mendoakan. Disitu hati agak tenang.

Hati hancur lagi ketika lihat Dimas tiduran di kamar sambil meluk guling dan foto bapak. Super hancur karena gak kebayang kedepannya kita bakal gimana. Hidup tanpa seorang bapak, tanpa peninggalan apa pun. Anak-anaknya masih kecil dan masih sekolah. Wallahu'alam
Jam 14.30 bapak dimakamin di TPU Pereng. Lihat bapak dimasukin ke dalam liang lahat cuma bisa bengong sambil mikir ini semua beneran atau cuma mimpi.

Setelah hari yang kelam itu pergi, kita belajar melalui hari tanpa bapak. Adaptasi dengan suasana baru. Seminggu peninggalan bapak, ada tetangga ke rumah nawarin santunan untuk anak yatim setiap sebulan sekali. Pas mamah ngasih tau kalo gue bakal dapat santunan, gue nangis kejer banget. Keingat bapak pernah ngaji di rumah tetangga terus ada acara santunannya. Kebetulan gue ikut ngaji, terus nanya dengan polos begini.
"Pak, itu ngapain anak-anak naik ke atas?"
"Itu namanya anak yatim, nanti kamu juga disantunin kalo bapak udah meninggal,"
Kurang lebih begitu, sih.



Jadi intinya gue sangat tidak siap menyandang status sebagai 'anak yatim'. Tapi akhirnya gue mau ikut santunan bareng dengan mereka yang juga memiliki status yang sama. Dari kelas 5 SD sampai kelas 12 SMA gue dapat santunan untuk meringankan beban di rumah. Maklum, mamah bener-bener banting tulang sendiri buat ngehidupin anak-anaknya tanpa peninggalan apa pun dari bapak. Usaha ngga ada, pensiun juga ngga ada. Hebat ya mamah! Gak jarang para tetangga ngasih mamah lauk pauk untuk makan. Sedih banget kalau diingat-ingat. Ternyata gue pernah jatuh banget dalam kehidupan dan Alhamdulillah sekarang sudah bangkit. Keadaan di rumah sudah membaik berkat doa dan usaha mamah dalam mendidik anak-anaknya menjadi anak yang kuat.

Gue janji banget sama diri sendiri, gue harus sukses. Gue harus bantu mereka yang saat ini sedang merasakan apa yang gua rasakan waktu itu. Gue paham betul rasanya gimana. Jujur, gue dulu malu kalau dibilang anak yatim. Malu banget. Iri sama teman-teman yang masih ada bapaknya, yang orang tuanya masih lengkap. Iri banget, kadang sampai nangis.

Buat kalian yang baca ini, dijaga ya orang tuanya. Jangan disakiti, baik fisik atau mentalnya. Apalagi kalau udah nyentuh hatinya. Duh, nanti nyeselnya seumur hidup. Oh ya, gue punya penyesalan seumur hidup terkait kepergian bapak gue. Jadi, malam sebelum bapak gue meninggal, bapak minta tolong gue buat pijitin kakinya. Emang sering banget minta tolong pijitin sambil cerita-cerita.
"Bila, tolong pijitin kaki bapak ya,"
"Besok aja ya, pak. Nabila ngantuk banget,"
"Yah, kalau besok mah keburu bapak ngga ada deh,"

Sumpah, gue gak paham sama sekali dengan kalimat terakhir yang bapak bilang. Sama sekali ngga peka. Apa mungkin itu yang dinamakan tanda-tanda orang sebelum meninggal? Wallahu'alam, mungkin emang kebetulan aja.

Kepanjangan, ya?
Gapapa, ya. Sekalian kilas balik tentang hidup yang pernah runtuh seperti tidak ada fondasi diri. Semoga perkenalan ini ada nilai positif yang bisa diambil, ya. Kita lanjut cerita yang lain besok, oke?!

Love,

Nabila
© Copyright 2020 indiisnabila (indiisnabila at Writing.Com). All rights reserved.
Writing.Com, its affiliates and syndicates have been granted non-exclusive rights to display this work.
Printed from https://writing.com/main/view_item/item_id/2232611-Kenalan-yuk